Utilitarianisme
adalah sebuah teori yang diusulkan oleh David Hume untuk menjawab moralitas
yang saat itu mulai diterpa badai keraguan yang besar, tetapi pada saat yang
sama masih tetap sangat terpaku pada aturan-aturan ketat moralitas yang tidak
mencerminkan perubahan-perubahan radikal di zamannya.
1.
Kriteria dan
Prinsip Etika Utilitarianisme
Aliran utilitarianisme ini berakar
pada ajaran tentang kegunaan atau utility, yang menyatakan, bahwa : baik atau
buruk sebuah tindakan diukur dari apakah tindakan itu menghasilkan tingkat
kesenangan atau kebahagian yang terbanyak, dengan pengorbanan yang paling
sedikit.
Istilah utilitarianisme sebagai
suatu nama aliran yang berasal dari kata latin utilis yang berarti berguna.
Aliran utilitarianisme ini terbagi antara lain aliran act utilitarianism serta
rule utilirianism yang sering diterjemahkan sebagai ‘Utilitarianisme tindakan”
dan ‘Utilitarianisme peraturan’
Prinsip- prinsip aliran utilitarianisme,
menurut Jeremy Bentham (1748-1832) didasarkan kepada dua prinsip, yaitu :
·
Asosiasi
(association principle) serta
·
Kebahagiaan
terbesar (greatest happiness principle).
Utilitarianisme secara
utuh dirumuskan oleh Jeremy Bentham dan dikembangkan secara lebih luas
oleh James Mill dan John Stuart Mill.
Bagi Bentham, prinsip kebahagiaan
terbesar secara singkat terjadi jika : “An action is right from an ethnical point of view if
and only if the sum total of utilities produced by the act is greater than tha
sum of total utilities produced by nay other act the agent could have performed
in its place”.
Apa-apa “yang baik” merupakan
kesenangan buruk” adalah rasa sakit. Tindakan “yang baik” secara etika mengacu
pada kebijakan dan kebahagiaan, sedangkan “yang menghasilkan kebahagiaan
terbesar.
Bentham berkeinginan untuk mencari
kesamaan mendasar guna mampu memberikan landasan objektif atas semua norma yang
berlaku secara umum serta yang daopat dietrima oleh masyarakat luas. Caranya
ialah dengan menimbang segi-segi manfaat dibandingkan dengan kerugian setiap
tindakan.
Tokoh lain dari aliran
utulitarianesme adalah John Stuart Mill (1806-1973), seorang pengikut sekaligus
pewaris yang meneruskan pemikiran Bentham. Tema sentral dari pemikiran Mill
ialah, bahwa tugas utama seseorang adalah untuk tidak menimbulkan derita bagi
sesama manusia.
Mill menyatakan, bahwa akumulasi
asset perlu diikuti oleh distribusi asset pula demi kebaikan masyarakat. Jika
diperlukan, distribusi asset dapat dipaksakan oleh masyarakat melalui
penggunaan pajak, atau penyitaan asset sekalipun. Hanya Mill tidak menerangkan
hubungan antara distribusi dengan produksi, khususnya alat-alat produksi, yang
kemudian dikembangkan oleh Karl Marx. Terlepas dari kekurangan ataupun
kekeliruannya, Mill merupakan pemikir yang secara tegas meghubungkan (dalam
Principles) utilitarianisme.
Apabila aliran utilitarianisme
hedonis menitikberatkan ajaran mereka pada kesenangan dan kebahagian perorangan
sebagai tolak ukur, maka aliran utilitarianesme Bentham, Mill dan kemudian
Henry Sidgwick (1838-1900), menggeluti pemikiran mereka tentang Kebahagian
individu?. Mereka berpendapat bahwa merupakan tugas individu, atau perorangan,
untuk meningkatkan kebahagian masyarakat secara universal, bukan hanya
kebahagian perorangan saja.
Prinsip utilitarianisme pun dapat
menjelaskan mengapa perbuatan seperti membunuh, berdusta, selingkuh dianggap
secara moral adalah salah, sedang beberapa tindakan lain seperti
berterus-terang, kesetiaan, tepat janji merupakan hal-hal yang benar. Jika
orang berdusta ia merugikan masyarakat karena menebarkan rasa saling tidak percaya
diantara masyarakat sedangkan jika ia berbuat benar maka terciptalah iklim
saling percaya, saling membantu yang mampu memperbaiki kualitas hidup manusia
dalam sebuah masyarakat yang tertib serta rapih.
Utilitarianisme sangat berperan
dalam Ilmu ekonomi dan bisnis, sejak awal abad ke XIX, banyak pakar ekonomi
berpendapat perilaku ekonomi dapat dijelaskan melalui asumsi, bahwa manusia
senantiasa berusaha untuk memaksimalkan manfaat dirinya sendiri maupun
kinerjanya, sedangkan nilai manfaat diukur dari harga yang diperoleh.
Prinsip Utilitarianisme juga sangat
cocok dengan konsep yang sering terjadi dalam tujuan bisnis yaitu efisiensi.
Efisiensi terjadi jika maksimalisasi produksi dapat dicapai lewat pemanfaatan
sumber daya yang ada tanpa memerlukan penambahan asset apapun. Kegiatan dinilai
efisien apabila hasilnya sesuai dengan yang telah direncanakan dengan
mengunakan sumber daya yang ada seminimal mungkin. Dengan menggunakan semboyan
kelompok utilitarianisme, efisiensi merupakan hasil berupa manfaat (benefit)
yang sebesar-besarnya dengan menggunakan cost yang serendah-rendahannya,
seperti yang dijabarkan oleh ilmu ekonomi secara umum.
Utilitarianisme Klasik
:
n Semua tindakan mesti dinilai
benar/baik atau salah/jelek semata-mata berdasarkan konsekuensi atau
akibat-akibatnya.
n Dalam menilai konsekuensi atau
akibat-akibat itu, satu-satunya hal yang penting adalah jumlah kebahagiaan atau
penderitaan yang dihasilkannya. Jadi, tindakan yang benar adalah yang
menghasilkan surplus kebahagiaan terbesar ketimbang penderitaan.
n Dalam
mengkalkulasi kebahagiaan atau penderitaan yang dihasilkan, tidak boleh
kebahagiaan seseorang dianggap lebih penting daripada kebahagiaan orang lain.
2.
Nilai Positif
Etika Utilitarianisme
Prinsip moral tertinggi
yang disebutnya dengan ‘Asas Kegunaan atau Manfaat’ (the principle of
utility). Maksud Asas Manfaat atau Kegunaan, kata
Bentham, ialah asas yang menyuruh setiap orang untuk melakukan apa yang
menghasilkan kebahagiaan atau kenikmatan terbesar yang diinginkan oleh semua
orang untuk sebanyak mungkin orang atau untuk masyarakat seluruhnya. Oleh
karena itu, menurut pandangan utilitarian, tujuan akhir manusia juga
merupakan ukuran moralitas. Dari sini, muncul ungkapan ‘tujuan menghalalkan
cara’. Nilai Positif Etika
Utilitarianisme antara lain :
a.
Rasionalitas.
Prinsip moral yang diajukan etika
utilitarianisme tidak didasarkan pada aturan-aturan kaku yang tidak dipahami
atau tidak diketahui keabsahannya. Etika utilitarianisme memberikan kriteria
yang objektif dan rasional.
b.
Utilitarianisme
sangat menghargai kebebasan setiap pelaku moral.
Tidak ada paksaan bahwa orang harus bertindak
dengan cara tertentu yang tidak diketahui alasannya.
c.
Universalitas.
Mengutamakan manfaat atau akibat dari suatu
tindakan bagi banyak orang. Suatu tindakan dinilai bermoral apabila tindakan
tersebut memberi manfaat terbesar bagi banyak orang.
3.
Utilitarianisme Sebagai Proses dan standar Penilaian
1. Sebuah penilaian mengenai kesejahteraan
manusia, atau utiliti, dan
2. Sebuah petunjuk untuk memaksimalkan
kesejahteraan (utiliti), yang didefinisikan sebagai, memberikan bobot yang sama
pada kesejahteraan orang per-orang.
4.
Analisa
keuntungan dan kerugian
Utilitarianisme mengatakan bahwa tindakan yang benar adalah yang
memaksimalkan utiliti, yaitu memuaskan preferensi yang berpengetahuan sebanyak
mungkin.
Dalam pandangan kaum
utilitarian-aturan, perilaku tak adil dalam mendeskriminasi kelompok-kelompok
minoritas menyebabkan meningkatnya ketakutan pihak lain dengan mengalami aturan
yang mengijinkan diskriminasi.
Keuntungan dan kerugian, cost and
benefits, yang dianalisis tidak dipusatkan pada keuntungan dan kerugian
perusahaan. Analisis keuntungan dan kerugian tidak ditempatkan dalam kerangka
uang dan untuk jangka panjang.
5.
Kelemahan Etika Utilitarianisme
Ø
Manfaat merupakan
konsep yang begitu luas sehingga dalam kenyataan praktis akan menimbulkan
kesulitan yamg tidak sedikit.
Ø
Tidak
pernah menganggap serius nilai suatu tindakan pada dirinya sendiri dan hanya
memperhatikan nilai suatu tindakan sejauh berkaitan dengan akibatnya.
Ø
Tidak
pernah menganggap serius kemauan baik seseorang.
Ø
Variabel
yang dinilai tidak semuanya dapat dikualifikasi.
Ø
Seandainya
ketiga kriteria dari etika utilitarisme saling bertentangan, maka akan ada
kesulitan dalam menentukan prioritas di antara ketiganya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar